Minggu, 16 Januari 2011

Save Our Kinantan

MEDAN - Kemenangan yang diraih oleh Ayam Kinantan dalam dua laga terakhir yang dua-duanya dimainkan di kandang boleh saja melegakan sebagian pihak. Bahkan mungkin sebagian pengurus mulai mengklaim ini adalah keberhasilan dari “strategi” gonta-ganti pelatih yang dilakukan dalam 8 laga terakhir.

Namun kita harus ingat, PSMS juga menang di 2 laga kandang di awal musim, namun 'keok' di 3 laga tandang selanjutnya yang berbuah “pemecatan’ pelatih bang Zul ke Rudi William Keltjes yang hanya berumur 1 laga yang berakhir dengan kekalahan kandang versus Persih. Selanjutnya, Keltjes digantikan oleh Suharto hingga saat ini.

Dari fakta ini, terlihat bahwa sebenarnya kondisi saat ini tidak lebih baik dibandingkan dengan kondisi awal musim. Strategi gonta-ganti pelatih yang dilakukan oleh pengurus bukanlah hal mendasar menuju perbaikan di tubuh PSMS, bahkan saya diyakini bahwa pengurus juga tahu akan hal ini. Kuat dugaan gonta-ganti pelatih ini adalah untuk mengalihkan perhatian dari hal-hal lain yang lebih dibutuhkan oleh PSMS.

Memasuki musim kedua sejak degradasi ke kasta kedua sepakbola Indonesia, belum terlihat upaya serius dari pengurus untuk mengembalikan PSMS ke tempat yang selayaknya di Liga Super. Tren sepakbola ke arah profesionalisme tidak terasa gaungnya di tubuh PSMS, sponsor yang digadang-gadang dari awal namun realisasinya sampai saat ini tidak ada bahkan untuk sponsor jersey sekalipun.

Praktis saat ini pengurus hanya mengandalkan kucuran dana dari APBD. Kondisi lapangan Stadion Kebun Bunga sebagai tempat latihan juga sangat jauh dari memadai.

Apakah PSMS bisa maju dengan keadaan sekarang? Tidak.
Apakah memang nama PSMS tidak menarik lagi bagi sponsor? Tidak dengan kepengurusan sekarang.
Apakah pengurus sekarang serius mengupayakan PSMS promosi ke Liga Super? Tetap tidak.

Mengapa? Jawabannya silahkan dikaitkan dengan logika sederhana dibawah ini.
Seandainya PSMS promosi ke Liga Super, apa yang terjadi? PSMS akan jadi tim musafir karena Teladan belum lolos verifikasi. Mengingat dalam derby Medan kemarin, PSMS vs Pro Titan, pertandingan sempat dihentikan karena lapangan banjir, dan untuk bersaing di Liga Super, PSMS harus mendatangkan pemain kelas atas.

Kedua hal diatas akan membutuhkan dana yang jauh lebih besar dibandingkan dengan di Divisi Utama. Jatah dana dari APBD akan terkuras untuk operasional.

Sebenarnya pihak Liga Primer pernah menawarkan ke pengurus PSMS untuk ikut LPI dengan suntikan dana jauh lebih besar dan juga renovasi Stadion Teladan, tapi dana harus dikelola secara profesional. Namun pengurus lebih memilih strategi bermuka dua dengan menelurkan Bintang Medan FC yang sebelumnya akan memakai nama Bintang PSMS.

Terlihat dengan kasat mata, mereka tidak ingin kehilangan APBD tetapi juga sekaligus bisa menikmati LPI. Untung saja pihak LPI tidak mengakomodir adanya rangkap jabatan antara pengurus Bintang Medan dan PSMS. Tapi seiring bergulirnya LPI, bukan tidak mungkin ada pengurus PSMS yang coba loncat ke Bintang Medan FC.

Bagi saya pribadi, pengurus PSMS lah yang perlu diperbaiki saat ini, bisa diganti atau yang kedua mengubah paradigma pengurus. Tapi pilihan kedua ini sesuatu hal yang sangat sangat sulit dilakukan. Revolusi kepengurusan PSMS jauh lebih penting dari sekedar gonta-ganti pelatih.

Save Our Kinantan ini dibutuhkan kekuatan untuk mendorong terjadinya revolusi di tubuh pengurus PSMS saat ini. Kekuatan media lokal yang masih menginginkan kejayaan PSMS plus tekanan dari barisan suporter PSMS adalah kekuatan dahsyat apabila disatukan.

Bersatulah PSMS Fans Club, Ultras1950, Smeck Hooligan, Kampak, Persetan dan seluruh pecinta PSMS Medan. Tidak perlu satu bendera, tapi satu paradigma, persepsi dan satu tujuan yaitu mengembalikan kejayaan Ayam Kinantan.

Tidak ada komentar: